Pada zaman pemerintahan Umar bin Khaththab hiduplah seorang janda miskin
bersama seorang anak gadisnya di sebuah gubuk tua di pinggiran kota Mekah.
Keduanya sangat rajin beribadah dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup
mereka sehari-hari. Setiap pagi, selesai salat subuh, keduanya memerah susu
kambing di kandang. Penduduk kota Mekah banyak yang menyukai susu kambing
wanita itu karena mutunya yang baik.
Pada suatu malam, Khalifah Umar ditemani pengawalnya berkeliling negeri
untuk melihat dari dekat keadaan hidup dan kesejahteraan rakyatnya. Setelah
beberapa saat berkeliling, sampailah khalifah di pinggiran kota Mekah. Beliau
tertarik melihat sebuah gubuk kecil dengan cahaya yang masih tampak dari
dalamnya yang menandakan bahwa penghuninya belum tidur. Khalifah turun dari
kudanya, lalu mendekati gubuk itu. Samar-samar telinganya mendengar percakapan
seorang wanita dengan anaknya.
"Anakku, malam ini kambing kita hanya mengeluarkan susu sedikit
sekali. Ini tidak cukup untuk memenuhi permintaan pelanggan kita besok
pagi," keluh wanita itu kepada anaknya.
Dengan tersenyum, anak gadisnya yang beranjak dewasa itu menghibur,
"Ibu, tidak usah disesali. Inilah rezeki yang diberikan Allah kepada kita
hari ini. Semoga besok kambing kita mengeluarkan susu yang lebih banyak
lagi."
"Tapi, aku khawatir para pelanggan kita tidak mau membeli susu kepada
kita lagi. Bagaimana kalau susu itu kita campur air supaya kelihatan
banyak?"
"Jangan, Bu!" gadis itu melarang. "Bagaimanapun kita tidak
boleh berbuat curang. Lebih baik kita katakan dengan jujur pada pelanggan bahwa
hasil susu hari ini hanya sedikit. Mereka tentu akan memakluminya. Lagi pula
kalau ketahuan, kita akan dihukum oleh Khalifah Umar. Percayalah,
ketidakjujuran itu akan menyiksa hati."
Dari luar gubuk itu, Khalifah Umar semakin penasaran ingin terus mendengar
kelanjutan percakapan antara janda dan anak gadisnya itu.
"Bagaimana mungkin khalifah Umar tahu!" kata janda itu kepada
anaknya. "Saat ini beliau sedang tertidur pulas di istananya yang megah
tanpa pernah mengalami kesulitan seperti kita ini?"
Melihat ibunya masih tetap bersikeras dengan alasannya, gadis remaja itu
tersenyum dengan lembut dan berkata, "Ibu, memang Khalifah tidak melihat
apa yang kita lakukan sekarang. Tapi Allah Maha Melihat setiap gerak-gerik
makhluknya. Meskipun kita miskin, jangan sampai kita melakukan sesuatu yang
dimurkai Allah."
Dari luar gubuk, khalifah tersenyum mendengar ucapan gadis itu. Beliau
benar-benar kagum dengan kejujurannya. Ternyata kemiskinan dan himpitan keadaan
tidak membuatnya terpengaruh untuk berbuat curang. Setelah itu khalifah
mengajak pengawalnya pulang.
Keesokan harinya, Umar memerintahkan beberapa orang untuk menjemput wanita
pemerah susu dan anak gadisnya untuk menghadap kepadanya. Beliau ternyata
bermaksud menikahkan putranya dengan gadis jujur itu.
Sungguh sebuah teladan bagi kita semua, bahwa kejujuran karena takut kepada
Allah adalah suatu harta yang tak ternilai harganya. Mungkin ini yang sulit
kita dapatkan sekarang.
0 komentar:
Posting Komentar